Alterasi Maharani Siang

by Selasa, 19 Januari 2016


Malam hanyalah malam, menciptakan segenggam kekuatan, membentuk segudang kesepian dan menyimpan sejuta pelukan. Tidakah bahagianya hati ini melihat perjuangan sang raja siang untuk sang ratu malam, rela memberikan pantulan cahayanya untuk keanggunan sang bulan. Keanggunan yang mampu menghipnotis manusia sepertiku yang sedang beristirahat dari perlawanan gravitasi kehidupan hari ini. Jiwa ini pun terkagum-kagum melihat satelit itu menghabiskan waktunya hanya untuk mengelilingi bumi dan matahari, menebarkan kebahagiaan untuk sebagian manusia yang membutuhkan sebuah kehangatan dan penerangan. Mengorbitkan penantiaanya dengan membentuk hampir menyerupai bulan sempurna, padahal dengan kondisi seperti itu seharusnya maharani malam itu mempunyai orbit yang melengkung. Walau hanya sekumpulan batu yang berbentuk lonjong dan tak berpenghuni, tetapi manusia2 yang penuh dengan ideologi2 yg mematikan itu, berlomba2 untuk menginjakan kaki diatas perutnya. Meninggalkan bumi indah ini hanya untuk membuktikan filosofi2 yg belum terbukti secara nyata, pulang dengan membawa serangkaian kata untuk dibagikan kepada manusia-manusia yg tertipu daya oleh serangkaian katanya. 

Begitu menarikah sang ratu malam itu? 


Aku disini, malam ini hanya melihatnya diatas mesin roda yang aku jalankan, ditengah udara malam yang menyejukan dengan alunan musik yang aku dengarkan, membuat suasana lebih menenangkan. Begitu cepatnya pergantiaan siang dan malam, sang ratu malam hanya datang saat manusia2 terlelap dan telah berada di bawah alam sadar, tetapi banyak yang mengagumi dirinya, dibandingkan matahari yang sebenarnya datang lebih lama. Setiap perubahaan antara gelap dan terang selalu aku nikmati, sama halnya ketika aku menikmati setiap perubahaanku terhadap Islam.
Aku selalu ingin menikmati perubahaan itu, perubahaan yang mampu membuatku berdiri tegak sampai pada detik ini, entah apa jadinya bila Islam melewatkanku tanpa menyapaku, mungkin aku seperti "laut" yang ditelan oleh "ombak" atau mungkin juga seperti "debu" yang disapu bersih oleh "angin". Ragaku sempat tersentuh oleh "ombak" itu, tapi dengan sigap mata hatiku tertuju kepada satu titik diatas awan sana dan berkata "Tuhan teguhkan hatiku !" Dengan segala kuasaNya seketika hatiku begitu yakin dan terus berjalan tanpa melihat kebelakang. Dan angin pun sering menghantamku menuju ruang yang membuat ragaku kaku dan bisu, tanpa cahaya, tanpa kehangatan, hanya aku sendirian. Tetapi sebuah aliran kekuatan dengan cepat masuk ke setiap pembuluh darah didalam tubuhku, kekuatan itu membuat aku yakin, bahwa aku tak sendirian diruang gelap ini. 


Percaya atau tidak, hari ini aku menghantam bebatuaan yang mirip dengan bulan, "dia" hangat namun "keras" dan "dia" terang namun "sesaat". Kita sama halnya dengan "matahari" dan "bulan", sama-sama menerangi, sama bentuk, dan sama-sama menghangatkan. Satu perbedaan yang sulit untuk disatukan, DIA MALAM dan AKU SIANG. Untuk pertama kalinya di hidupku, aku kecewa akan keberadaannya. Mataku memberi isyarat dan bertanya mengapa "kita" tak seperti matahari dan siang? Dia dengan santai menjawab "Malam lebih indah". Sebagai maharani di siang hari aku ingin membawanya melihat saat matahari menerangi langit, saat burung terbang di bawah kolong langit, dan saat manusia2 itu tersenyum melihat matahari muncul di atas horizon di timur sana.
Hanya karna perbedaan itu aku perlahaan2 akan hilang dan diapun tidak akan bersinar lagi, dalam beberapa juta tahun kedepan matahari akan hilang dan hanya sebuah cerita, sama halnya denganku, aku akan hilang dan "ceritaku" hanyalah sebuah syair tak bersajak. Ketika aku hilang bulan pun tidak akan bercahaya. YA! Karna bulan itu adalah egoku yang sulit dihilangkan sampai ragaku terbaring diatas tanah ini. Alterasi yang saat ini sedang aku lakukan adalah perlahan2 meredupkan cahayaku dan menjauh dari ratu malam itu karna  sampai kapapun perbedaan tidak akan pernah bertemu dengan sebuah kata "Benar".

Sumber Foto : https://www.flickr.com/photos/thecarlozappa/