The Wind

by Jumat, 10 April 2015

Angin mulai masuk dengan kasarnya kedalam kupingku. Angin itu seakan-akan menyumbat semua yang ingin aku dengar. Angin itu membuat aku ingin mengeluarkan apapun yang ada di dalam hatiku, aku ingin teriak dan berkata “Angin kumohon pergilah dari hadapanku, pergilah jauh, pergilah bersama orang-orang yang menyukaimu dan itu bukan aku”. Ya, aku si pembenci angin itu, dia yang selalu membuat aku menjadi patung yang hanya dia sentuh ketika aku dibutuhkan, dan aku dipermalukan ketika aku tidak menarik. Aku membencinya, dia menjadi tebing antara aku dengan dunia ini.
Aku sungguh muak, aku ingin berlari tapi aku tak punya sepatu yang kuat, aku ingin pergi tapi aku tak punya rumah untuk pulang, aku ingin menangis tapi aku tau aku punya tujuan, aku ingin berdiam diri tapi aku tau itu tidak akan membuat ku maju, aku ingin bebas tapi aku tau ini dunia dimana “angin-angin” berhembus dengan kencangnya dan membuat dinding2 yang sulit untuk aku lewati. Aku mungkin hanya bisa menulis tulisan ini, aku hanya melihat monitor dan jari2ku bergerak, tapi dibalik itu semua, perasaanku, otakku, matakku, semua anggota tubuhku kaku, hatiku hancur ! sakit ! mataku tidak kuat menahan air mata yang keluar, jari2ku seakan2 menari entah apa yang aku tulis, kakiku ! ya kakiku ! sulit berlari karna ia lelah aku terus ajak melihat dunia yang banyak tebing2, dan perutku seakan2 keram, ia tidak bisa menemukan makanan apa yang harus ia cerna karna makanan2 yang masuk adalah makanan2 yang tidak bisa ia terima, kecuali segelas air putih yang mampu membuat ia tenang.

Ini hari dimana aku harus berlari, walau aku tau ketika aku berlari aku harus menemukan sepatu yang mampu membuatku mencapai tujuanku, dan aku harus bersiap menghadapi angin2 itu. Karna ketika aku berlari kencang, angin akan semakin banyak masuk kedalamku.