Masa paling bahagia adalah ketika hanya terdiam namun hati ini tersenyum, tersenyum membayangkan betapa indahnya waktu yang telah aku lalui, dimana setiap detik hanya ada sebuah tawa. Kenangan yang bersarang di setiap senyuman ini seolah2 memberi tanda bahwa aku merindukan "sang waktu".
Ketika mulut ini mulai berinteraksi dengan manusia lain, aku merindukan saat dimana aku hanya tertawa tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, ketika tangan ini telah dapat merangkul, aku merindukan masa dimana tangan ini hanya aku gunakan untuk bermain dan belajar, ketika mata ini dapat melihat kebenaran dan kesalahan, aku merindukan masa dimana aku dengan egoisnya menganggap segalanya benar, sampai pada saat ini ketika tubuhku mampu melewati segala sesuatu yang telah terjadi, aku merindukan masa dimana kaki ini mulai berjalan, mulut ini mulai berbicara, dan tentunya mata ini mulai melihat keindahan yang sering mereka sebut itu "dunia".
Haruskah aku bertanya mengapa sang waktu begitu cepat membuat kenangan2 ini? Ataukah aku harus melontarkan amarah kepada manusia2 yang pandai dalam membuat semua ini menjadi lebih bermakna?
Seseorang menghampiriku dan berbisik bahwa "Kaulah Sang Waktu itu", kemudian aku mulai terdiam sejenak, aku habiskan beberapa waktu hanya untuk berfikir, bahkan hati ini terus bertanya2, dan otak ini terus berputar2, sampai pada suatu titik dimana aku tersadar bahwa itu memang benar adanya, "sang waktu" yang pandai mencetak sebuah paragraf cerita indah itu adalah aku , "sang waktu" yang terus berjalan tanpa tahu kapan akan berhenti itu memang aku dan "sang waktu" yang lelah terus berjalan maju bahkan sesekali rasanya ia ingin satu detik saja berjalan mundur itu aku rasakan. Melihat gambaran dari apa yang telah aku tulis aku tersadar bahwa setiap hari, setiap jam, dan setiap detik aku harus mengukir sebuah kenangan yang bermakna menjadi sebuah paragraf-paragraf indah dan kemudian menjadi sebuah cerita bahagia karna suatu saat aku akan merindukan aku yang saat ini.
Sumber foto : freewallsource.com
